Rabu, 11 Agustus 2010

Islam Klasik dan Kontemporer dalam Hukum Islam

oleh
Padil Hidayat

Abad ke 1 H, Pada masa ini Alloh SWT menurunkan wahyu yang diyakini oleh kaum muslim paling sempurna ke dunia. Sebelumnya Alloh SWT telah menurunkan ajaran-Nya kepada nabi-nabi lain sejak Nabi Adam, tapi bagi kaum muslim ajaran-Nya yang sempurna hanya diberikan kepada Nabi Muhammad. Sebagai penerima ajaran yang sempurna, Nabi Muhammad juga dianggap sebagai figur yang paling sempurna dibanding manusia lain yang pernah ada di dunia termasuk nabi-nabi sebelumnya. Demikian juga umat Nabi Muhammad, sebagai umat yang menerima ajaran yang paling sempurna dari Nabi yang sempurna, adalah juga dipandang sebagai umat yang paling sempurna (kuntum khayra ummah.

Walaupun umat Nabi Muhammad (termasuk yang sekarang), dianggap umat yang terbaik yang tengah menjalankan ajaran Tuhan yang terbaik, masa yang paling penting tetap berada pada saat ketiga kesempurnaan itu ada secara bersamaan, yaitu pada abad pertama Hijrah ketika Nabi hidup menjalankan ajaran di tengah-tengah umatnya.Demikian juga, walaupun Muslim kontemporer adalah umat yang terbaik, tetapi yang paling baik diantara seluruh generasi muslim adalah mereka yang pernah hidup semasa dengan Nabi, mereka yang bersama Nabi membangun masyarakat Islam. Nabi dan umat sezamannya merupakan figur kunci dalam religiusitas orang Islam sampai kapanpun serta apa yang dilakukan dan dikatakan oleh mereka menjadi dasar hukum bagi umat Islam.

Di masa Islam klasik (abad ke 1 H), umat muslim pertama kali merasakan kemurnian dan kesempurnaan ajaran Tuhannya yang langsung di turunkan melalui Nabi Muhammad. Di masa ini kaum muslim mendapatkan ajaran Islam langsung dari Sang perantara yaitu Nabi Muhammad tanpa ada reduksi dari manusia lain. Dalam pemecahan persoalan-persoalan yang terjadi pada masa itu, kaum muslim langsung mendapatkan solusi atau pemecahan dari Nabi dan para sahabat kemudian umat muslim menerapkannya dalam kehidupan mereka. Konsep hukum pada masa klasikpun masih cenderung tidak terlalu banyak dipertentangkan dalam pelaksanaannya karena apa yang dikatakan Nabi akan langsung dilaksanakan oleh kaum Muslim.

Sekitar abad ke 2-3 H, setelah reduksi tingkat pertama dilakukan oleh Alloh SWT kepada Nabi, barulah ajaran Islam mengalami reduksi ke dua dimana ajaran Islam mulai dijabarkan dan dikristalisasikan dengan digolongkan melalui berbagai madzhab. Reduksi kedua ini, cenderung mudah untuk di rekontruksi dan mudah di urai karena reduksi dilakukan oleh manusia. Mulai darisinilah berbagai ketegangan terjadi, tarik-tarikan antara berbagai macam variable terjadi, tarik-tarikan antara kesempurnaan langit (Alloh SWT) dengan keterbatasan bumi (Nabi) dan tarik-tarikan antara kesempurnaan Nabi dengan keterbatasan manusia biasa pada kasus pembentukan mazhab. Akan tetapi dalam hal ini perlu di garis bawahi bahwa dari kedua reduksi yang terjadi pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam pemahaman yang baik tentang ajaran Islam sebagai agama yang sempurna kepada kaum Muslim dan umat manusia pada umumnya sebagai pedoman hidup untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi.

Sementara itu, kehidupan terus berjalan dan peradabanpun semakin berkembang pesat. Selama proses perkembangan itu berjalan, banyak sekali perubahan-perubahan dan perkembangan yang terjadi di semua segi kehidupan termasuk dalam segi kehidupan beragama. Dalam menyikapi perkembangan ini, Islam tidak menentang peradaban dan perkembangan zaman selama perkembangan itu memberikan manfaat positif bagi manusia, akan tetapi Islam akan menentang dan memerangi segala bentuk perkembangan yang terjadi ketika perkembangan peradaban itu melahirkan dampak yang negatif bagi umat manusia. Islam menjadi teladan dan mendukung peradaban selama peradaban tersebut tidak bertentangan dengan monoteisme dan tidak menyelewengkan manusia dari berbuat kebajikan.

Pada dewasa ini, seiring dengan perkembangan peradaban yang sangat pesat, persoalan-persoalan yang ada pun semakin komplek, mulai dari segi konsep hukum, fiqih, kesetaraan jender, poligami dll. Misalnya dari segi konsep hukum, kritik terhadap konsep hukum Islam sangatlah beragam mulai dari kaum barat maupun cendikiawan muslim modern yang sudah terpengaruh oleh ajaran barat. Tujuannya tidak lain hanyalah untuk mempengaruhi dan memastikan pada umat Islam bahwa konsep hukum Islam sudah tidak layak lagi di terapkan di zaman sekarang.

Apabila kita tela’ah kebelakang dalam hal penjatuhan hukuman untuk sebuah tindak kejahatan misalnya, sebelumnya Islam terlebih dahulu berusaha untuk menghapuskan segala situasi dan kondisi serta motif yang menyebabkan kejahatan. Namun setelah suatu kejahatan itu dilakukan, Islam berusaha untuk membatalkan hukuman bila ada keragu-raguan mengenai hal tersebut. Orang barat belum mengkaji realitas dari konsep hukum Islam mengenai kejahatan dan hukuman, maka mereka menganggap hukuman yang dijatuhkan oleh Islam sebagai hukuman barbar dan merendahkan martabat manusia sehingga mereka beranggapan hukum Islam tidak layak diterapkan di masa sekarang.
Patut disesali bahwasanya banyak para cendekiawan Muslim dan orang-orang yang mengerti hukum modern mencerca konsep hukum Islam dalam penjatuhan hukuman. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak ada alasan mengapa orang barat menganggap konsep hukum Islam tidak layak diterapkan, kecuali mereka pada dasarnya adalah penjahat yang ingin menyesatkan umat Islam.

Senin, 12 April 2010

Pengaruh Orientalis Terhadap Study Islam
oleh
Padil Hidayat

Pendahuluan

Salahlah orang yang berpendapat bahwa orientalisme merupakan gerakan ilmiah yang tujuannya hanya memperdalam masalah ketimuran saja (kepercayaan, adat dan peradabannya). Sebenarnya orientalisme hakekat dan kenyataannya adalah alat penjajah, tujuan orientalisme ini adalah memakai dan mempergunakan penelitian masalah ketimuran sebagai langkah untuk menyerang atau memerangi Islam, menimbulkan rasa keragu-raguan terhadap sumber-sumber Islam agar umat Islam berpaling dari agamanya, agar umat Islam jangan sampai pada kemuliaan kekuatannya, tetapi selalu mengekor kepada barat, dan selalu taklid, masa bodoh dan apatis melihat segala kejahatan dan kemerosotan di negeri mereka.

Orientalisme ini hakekatnya adalah lanjutan dari perang salib melawan Islam, sebab perang salib ini belum berhenti, tetapi hanya mengambil bentuk dan warna yang berbeda, diantaranya adalah orientalis.

Orientalisme muncul dengan kedok sebagai para ahli untuk mengadakan risset dan survey tentang sesuatu bidang ilmu pengetahuan dengan maksud tertentu untuk memasukan berbagai macam fitnah, menyebarkan isue-isue, melampiaskan segala isi hatinya dan kedengkiannya terhadap Islam dan menulisi Islam dengan pena yang beracun.
Pada tahun 1927, Alphonse Mingana, seorang pendeta Kristen asal Irak dan guru besar di Universiti Birmingham Inggris, mengumumkan bahwa “sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap al-Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristian yang berbahasa Yunani”. Mengapa missionaris satu ini menyeru begitu?

Seruan semacam itu dilatar-belakangi oleh kekecewaan orang-orang Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap Umat Islam dan kitab suci al-Qur’an. Perlu diketahui bahwa mayoritas cendekiawan Kristen sudah sejak lama meragukan otentisitas Bible. Mereka terpaksa menerima kenyataan pahit bahwa Bible yang ada ditangan mereka sekarang ini terbukti bukan asli alias palsu.

Terlalu banyak campur tangan manusia didalamnya, sehingga sukar untuk membedakan mana yang benar-benar Wahyu dan mana yang bukan. Sebab, sebagaimana ditegaskan oleh Kurt Aland dan Barbara Aland: “Sampai awal abad keempat, teks Perjanjian Baru dikembangkan secara bebas...Bahkan untuk nanti ahli-ahli Taurat, misalnya, bagian-bagian paralel dalam Injil itu begitu akrab bahwa mereka akan menyesuaikan teks dari satu Injil kepada yang lain. Mereka juga merasa diri mereka bebas untuk melakukan koreksi dalam teks, memperbaiki dengan standar mereka sendiri, apakah gramatikal, Gaya, atau lebih substantive” .

Pengaruh Orientalis terhadap Studi Islam
Sebuah kajian yang sangat kritis dan serius tentang kajian orientalisme dalam studi Islam baru-baru ini dibahas dalam Jurnal ISLAMIA Vol II/3. Dalam tulisannya, Hamid Fahmy Zarkasyi menunjukkan, bahwa betapa pun halusnya, ada saja kekeliruan orientalis dalam melakukan studi terhadap Islam. Montgomery Watt, misalnya, yang selama ini dianggap orientais moderat, ketika menulis tentang Al-Quran dan hadits, ia juga meragukan otentisitas ajaran Islam. Ia mencoba membuktikan, bahwa bagian Al-Quran dan hadits adalah dibuat-buat dan tidak konsisten, dan karena itu tidak dapat dijadikan sebagai sumber pandangan hidup Islam.

Dalam buku yang dijadikan referensi kurikulum Kajian Orientalisme di UIN Jakarta, Arkoun jelas-jelas mengajak kaum Muslim untuk memikirkan kembali dan membongkar-bongkar hal-hal yang sudah dianggap mapan oleh umat Islam. Misalnya, ia mengajak untuk mengkritisi Al-Quran. Bahkan, ia secara terang-terangan menyayangkan mengapa kaum muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen dalam mengkritik kitab sucinya .

Diantara buku rujukan “Kajian Orientalisme terhadap Al-Quran dan Hadits” di Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta, juga disebutkan buku Kenneth Cragg berjudul ‘The Event of the Quran: Islam in Its Scripture. A’zhami mencatat, bahwa Cragg adalah seorang pemimpin Gereja Anglikan yang juga mengimbau agar umat Islam memikirkan kembali konsep wahyu tradisional Islam dan mengusulkan agar ayat-ayat Madaniah ditinggalkan.

Kasus kurikulum jurusan Tafsir-Hadis di UIN Jakarta ini merupakan bukti nyata, bahwa infiltrasi Orientalisme dalam studi Islam di perguruan tinggi Islam, sudah terlalu jauh mencengkeram para akademisi Muslim. Ini sangat ironis, padahal betapa pun para kajian orientalis dalam studi Al-Quran sudah terbukti mengandung berbagai penyimpangan.

Adalah aneh, jika tujuan kurikulum itu adalah mengarahkan agar mahasiswa jurusan tafsir-hadits di UIN Jakarta dapat memahami dan menerapkan kajian orientalis terhadap Al-Quran dan hadis. Ini aneh dan ajaib. Apakah dosen-dosen yang mengajarkan mata kuliah ini menyadari dampak yang ditimbulkan dari kurikulum semacam ini?
Tahun 2004 lalu, Kompas menerbitkan buku seorang almunus Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, berjudul “Islam Mazhab Kritis”. Tetapi anehnya, buku ini sama sekali tidak kritis dalam mengutip pemikiran Arkoun dan pemikir liberal lainnya, seperti Nasr Hamid Abu Zayd. Sarjana agama dari UIN Jakarta itu menulis: “Al-Quran sebagai sebuah teks, menurut Nasr Hamid Abu Zayd, pada dasarnya adalah produk budaya. Hal ini dapat dibuktikan dengan rentang waktu terkumpulnya teks Al-Quran dalam 20 tahun lebih yang terbentuk dalam realitas sosial dan budaya.”

Di zaman modern ini, ada dua mufassir terkemuka yang menggunakan metode hermeneutika yaitu Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun. Mohammed Arkoen mungkin orang yang secara tuntas mencoba menggunakan hermeneutika dalam penafsiran Al-Quran. Untuk kepentingan analisisnya, Arkoun meminjam teori hermeneutika dari Paul Ricour, dengan memperkenalkan tiga level “perkataan Tuhan” atau tingkatan Wahyu”.
Pemberian gelar “mufassir terkemuka” kepada Rahman dan Arkoun adalah sesuatu pemujaan yang berlebihan dan sama sekali bukan sikap kritis, sebab kedua orang itu hingga kini, belum pernah menghasilkan sebuah kitab tafsir pun, dan teori tafsirnya pun meminjam dari sejumlah pemikir Barat dalam hermeneutika.

Apabila kurikulumnya saja seperti itu, bisa dimaklumi, jika ada sarjana jurusan tafsir-hadis yang sama sekali tidak kritis terhadap kajian hasil orientalis dan ‘pengikutnya’, tetapi pada saat yang sama, menjadi sangat kritis terhadap para sahabat Nabi dan para ulama Islam terkemuka. Sikap itu bisa disebabkan karena kebodohan atau bisa juga karena penyakit dalam hatinya, yang memang sudah condong kepada kebatilan. Bahkan, ada seorang sarjana agama dari IAIN Semarang, yang dengan ringannya menulis dalam sebuah jurnal: “Dengan demikian, wahyu sebetulnya ada dua: “wahyu verbal” (wahyu eksplisit dalam bentuk redaksional bikinan Muhammad) dan “wahyu non verbal” (wahyu implisit berupa konteks sosial waktu itu).

Pengaruh orientalisme terhadap studi Islam pada saat ini memang dirasa sangat hebat, banyak sekali akademisi muslim yang sudah “dicuci otaknya” sehingga mereka berputar haluan menjadi cendikiawan muslim yang malah menghujat agamanya sendiri. Selain para akademisi muslim yang ada di UIN Jakarta dan IAIN Semarang, masih banyak lagi akademisi yang sudah terpengaruh oleh orientalisme, misalnya saja Jaringan Islam Liberal.

Jaringan Islam Liberal merupakan suatu forum intelektual terbuka yang mendiskusikan dan menyebarkan liberalisme Islam di Indonesia. Tujuan utamanya adalah menyebarkan gagasan Liberalisme seluas-luasnya kepada masyarakat. Adapun beberapa tujuan lain dari JIL adalah ingin membuat suatu bentuk penafsiran baru atas agama Islam dengan wawasan sebagai berikut:
1. Keterbukaan pintu ijtihad pada semua bidang,
2. Penekanan pada semangat religio etik, bukan pada makna literal sebuah teks,
3. Kebenaran yang relatif, terbuka dan plural,
4. Pemihakan pada yang minoritas dan tertindas,
5. Kebebasan beragama dan berkepercayaan,
6. Pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik,

Menurut JIL, nama “Islam Liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang menekankan kebebasan pribadi (sesuai dengan doktrin kaum Mu'tazilah tentang kebebasan manusia), dan “pembebasan” struktur sosial-politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Sederhananya JIL ingin mengatakan bahwa secara pribadi bebas menafsirkan Islam sesuai hawa nafsunya dan membebaskan negara dari intervensi agama (sekuler).
Unik memang, pada saat seseorang telah menyatakan menganut Islam maka ia terikat dengan hukum syara’ atau ia seorang mukhallaf dan ia tidak bebas lagi karena ucapan dan perilakunya telah dibatasi oleh syari’at. Disisi lain bagaimana mungkin bisa menggabungkan antara Islam dan Liberal karena keduanya adalah ideologi yang saling bertentangan. Islam meyakini bahwa Syari’at Allah harus dijalankan diseluruh sisi kehidupan, sedangkan Liberal meyakini pemisahan urusan agama dan negara.

Kesimpulan
Di dalam hal ini, pengaruh orientalis terhadap cendikiawan-cendikiawan muslim sangatlah besar. Hal ini bisa kita rasakan ketika makin maraknya hujatan-hujatan yang dikeluarkan oleh akademisi Islam yang sudah terpengaruh oleh orientalis kepada agamanya sendiri, baik itu terhadap Allah SWT, Al-Qur’an, Nabi Muhammad saw dan Hadistnya.

Banyak sekali metode-metode yang digunakan oleh para orientalis untuk memancing para akademisi muslim untuk bergabung dengan mereka. Bisa jadi, salah satu dari beberapa program beasiswa untuk studi diluar negri pun sengaja mereka adakan untuk mempengaruhi para akademisi muslim yang cerdas dan berkopeten.
Dari beberapa fakta yang ada bahwa pengaruh orientalis terhadap studi Islam itu sudah dirasa sangat berbahaya, maka dari itu kita perlu mewaspadai dan mengkritisi segala sesuatu yang berhubungan dengan orientalisme.

Kepemilikan Hak Atas Tanah
oleh
padil hidayat

Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyatnya masih bersifat agraris, dimana perekonomiannya masih bertumpu pada ekonomi pertanian, maka diperlukan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang status kepemilikan tanah. Indonesia memiliki ketentuan khusus yang mengatur tentang pertanahan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria yang kemudian disebut UUPA, yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, termasuk di dalamnya tercakup hukum Agraria Administratif dan hukum Agraria Perdata.

Negara Indonesia sebagai bentuk organisasi kekuatan rakyat memiliki hak untuk mengatur tentang pendayagunaan tanah dan penguasaannya serta pemilikannya. Sehingga praktek-praktek yang merugikan kepentingan umum dapat dihindarkan. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, maka dalam Pasal 2 Ayat 3 UUPA memberikan wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara untuk mencapai sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, kesejahteraan, adil dan damai. Atas dasar hak menguasai sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, maka dalam Pasal 4 Ayat 1 ditentukan macam-macam hak atas tanah. Di antaranya adalah hak milik-hak milik atas tanah memberikan wewenang kepada pemegang hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, akan tetapi harus mengingat kepentingan umum.

Hak atas tanah sendiri sebagaimana telah disebutkan oleh Sudargo (2002) adalah macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama oleh orang lain serta badan-badan hukum. Pada Pasal 16 Ayat (1) UUPA ditetapkan macam-macam hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA ialah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dn hak-hak lain yang tidak disebutkan di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebut dalam Pasal 53 UUPA.

Pemindahan atau peralihan hak atas tanah menurut pengertian Sudargo (2002) adalah perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas berpindah dari yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan. Pengalihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak atau barang atau benda bergerak atau tidak bergerak.

Peralihan tanah dapat terjadi dengan cara hibah jual beli dan tukar menukar yakni pada waktu yang bersangkutan masih dalam keadaan hidup, dengan pemberian wasiat apabila peralihan hak terjadi setelah pemiliknya meninggal dunia. UUPA mengatur mengenai pemindahan/peralihan hak atas tanah yaitu Pasal 20 Ayat (2), yaitu “hak milik dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain”. Pasal 20 Ayat (3) yaitu “hak guna usaha dapat beralih dengan dialihkan kepada pihak lain

Kepemilikan tanah mengandung 2 aspek pembuktian agar kepemilikan tersebut dapat dikatakan kuat dan sempurna, yaitu :

a. Bukti Surat

Bukti kepemilikan yang terkuat adalah sertifikat tanah, namun itu tidaklah mutlak. Artinya, sebuah sertifikat dianggap sah dan benar selama tidak terdapat tuntutan pihak lain untuk membatalkan sertifikat tersebut. Ketidakmutlakan itu untuk menjamin asas keadilan dan kebenaran. Oleh karenanya, ada 4 hal/prinsip yang wajib dipenuhi dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah yaitu:

1. Status/dasar hukum (alas hak kepemilikan).
Hal ini untuk mengetahui/memastikan dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh; apakah jual beli, hibah, warisan, tukar-menukar, atau dari hak garap tanah negara, termasuk juga riwayat tanahnya.

2. Identitas pemegang hak (kepastian subyek).
Untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut benar-benar berwenang untuk mendapatkan hak tanah yang dimaksud.

3. Letak dan luas obyek tanah (kepastian obyek).
Yang diwujudkan dalam bentuk surat ukur/gambar situasi (GS) untuk memastikan di mana letak/batas-batas dan luas tanah tersebut agar tidak tumpang tindih dengan tanah orang lain, termasuk untuk memastikan obyek tanah tersebut ada atau tidak ada (fiktif).

4. Prosedur penerbitannya (prosedural).
Harus memenuhi asas publisitas yaitu dengan mengumumkan pada kantor kelurahan atau kantor pertanahan setempat tentang adanya permohonan hak atas tanah tersebut, agar pihak lain yang merasa keberatan dapat mengajukan sanggahan sebelum pemberian hak (sertifikat) itu diterbitkan (pengumuman tersebut hanya diperlukan untuk pemberian hak/sertifikat baru bukan untuk balik nama sertifikat). Prosedur teknis lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendaftran Tanah (PP No. 24 tahun 1997).

Bilamana terdapat cacat hukum, dengan kata lain tidak memenuhi syarat dari salah satu atau lebih dari 4 prinsip di atas, maka konsekuensinya pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap tanah tersebut dapat mengajukan permohonan pembatalan sertifikat, baik melalui Putusan Pengadilan ataupun Putusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Selain sertifikat, terdapat pula bukti surat lainnya yang biasa dikenal dengan nama Girik, Ketitir, Ireda, Ipeda, SPPT (PBB) untuk tanah-tanah milik adat atau tanah garapan. Namun, sebenarnya dokumen tersebut bukanlah tanda bukti kepemilikan, tetapi tanda bukti pembayaran pajak. Hal ini dapat membuktikan bahwa orang pemegang dokumen tersebut adalah orang yang menguasai atau memanfaatkan tanah tersebut yang patut diberikan hak atas tanah.

Di dalam prakteknya, dokumen sejenis ini cukup kuat dijadikan dasar permohonan hak atas tanah atau sertifikat, karena pada dasarnya hukum tanah kita bersumber pada hukum tanah adat yang tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat pada pasal 5, Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960.

b. Bukti Fisik

Ini untuk memastikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar menguasai secara fisik tanah tersebut dan menghindari terjadi dua penguasaan hak yang berbeda yaitu hak atas (fisik) dan hak bawah (surat). Hal ini penting di dalam proses pembebasan tanah, khususnya dalam pelepasan hak atau ganti rugi, dan untuk memastikan bahwa si pemegang surat (sertifikat) tersebut tidak menelantarkan tanah tersebut karena adanya fungsi sosial tanah.

Dalam hal ini, yang paling penting adalah aspek legalnya. Juga beberapa hal tentang pembayaran dan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB), guna mencegah kerugian di kemudian hari. Beberapa hal yang perlu diperhtikan antara lain.

1. Pengecekan keabsahan sertifikat tanah di kantor pertanahan setempat dan memastikan rumah tersebut letaknya sesuai dengan gambar situasi di sertifikat.
2. Memastikan bahwa si penjual adalah pemegang hak yang sah atas rumah tersebut dengan cara memeriksa buku nikah dan Fatwa Waris, untuk mengetahui siapa saja ahli waris yang sah, karena harta tersebut adalah harta warisan dari suaminya.
3. Meminta surat keterangan dari pengadilan negeri setempat, apakah rumah tersebut dalam sengketa atau tidak.
4. Meminta keterangan tentang advis planning dari Kantor Dinas Tata Kota setempat untuk mengetahui rencana perubahan peruntukan di lokasi tersebut.
5. Memeriksa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk memastikan apakah renovasi tersebut sesuai dengan IMB perubahannya. Jika tidak bangunan itu bisa disegel atau denda.
6. Memastikan yang menandatangani AJB dari pihak penjual adalah ahli waris yang sah atau setidaknya mempunyai kuasa untuk kepentingan tersebut.

Rabu, 17 Maret 2010

Prosedur Pembelian Dan Penyertaan Reksadana
oleh
Padil Hidayat

Di dalam prosedur pembelian dan penyertaan reksadana, memuat hal-hal administrasi yang perlu dilengkapi apabila ada seseorang yang ingin melakukan pembelian unit penyertaan reksada. Apabila dalam pengisian admistrasi ada yang kurang lengkap maka aplikasi pembelian dapat di tolak dengan alasan tidak lengkapnya pengisian administrasi.
Sebelum melakukan transaksi pembelian reksadana, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

1.Pahami apa yang dimaksud dengan unit penyertaan rekasada. Perusahaan Manager Investasi dalam menjual reksadana maka ditawarkan kepada masyarakat ke dalam pecahan-pecahan kecil yang di sebut penyertaan. Sehingga dalam membeli reksadana, setiap investor termasuk anda (yang mau membeli) akan mendapatkan bukti satuan kepemilikan reksadana yang dinamakan Unit Penyertaan tersebut. Unit Penyertaan merupakan tanda bukti suatu kepemilikan investor atas reksadana yang tertentu. Satu unit penyertaan dinilai sebesar Rp. 1.000- pada hari pertama reksadana diterbitkan dan selanjutnya ditetapkan berdasarkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit penyertaan. Harga unit penyertaan selalu berubah setiap hari sesuai dengan perubahan NAB nya.

2.Pahami apa yang dimaksud dengan Nilai Aktiva Bersih. Konsep NAB sendiri adalah Nilai Aktiva Bersih dari reksadana setelah dikurangi nilai kewajiban reksadana tersebut. Karena NAB reksadana berfluktuasi sesuai dengan kinerjanya, maka investor akan mendapat keuntungan yang berasal dari selisih pendapatan harga beli antara NAB per unit pada saat penjualan kembali reksadana tersebut.

3.Pelajari dengan cermat isi kontrak pembelian reksadana agar dapat mengetahui hak dan kewajiban sebagai investor, juga pihak Manager Investasi sebagai pengelola dana. Juga masalah yang menyangkut biaya manajemen fee, kewajiban pajak, custodian fee, juga biaya tiap kali membeli dan menjual reksadana.

Adapun persyaratan administrasi untuk membeli reksadana cukup sederhana yaitu sebagai berikut :

1.Mengisi formulir pembelian reksadana dengan melampirkan KTP.
2.Menyetorkan dananya langsung, transfer lewat bank atau ATM ke rekening bank custodian yang ditunjuk.
3.Kirimkan bukti slip transfer atau slip setoran yang tadi ke Manager Investasi agar administrasi pencatatan dapat dilakukan secepatnya.
4.Selanjutnya bank custodian kemudian akan memberikan confirmation latter sebagai bukti kepemilikan reksadana atas nama anda.

Beberapa hal yang bisa dijadikan keterangan mengenai pembelian reksadana pada dasarnya kita dapat membeli reksadana melalui :

1.Agen penjualan (Bank)
2.MI (Manager Investasi) langsung.

Kedua pilihan ini masing-masing memiliki kelebihan, namun saat ini tidak semua produk reksadana dapat dibeli langsung melalui Manager Investasinya. Perlu juga diperhatikan bahwa saat ini ada beberapa Manager Investasi yang sudah tidak menjual produknya secara langsung melainkan harus melalui Agen Penjual, kecuali apabila sudah menjadi client di Manager Investasi tersebur sejak lama.

Apabila telah menentukan akan membeli jenis reksadana yang mana dan berapa jumlah pembeliannya, maka proses pembelian reksadana melalui Manager Investasi alurnya adalah sebagai berikut :

1.Transfer sejumlah uang yang diinginkan ke rekening bank Bank Custodian yang terdapat dalam prospectus reksadana untuk pembelian reksadana dimaksud. (sebelumnya harus mempunyai prospectus sebelum membeli )agar dapat membaca dan mengerti mengenai resiko-resikonya).

2.Selanjutnya mengisi formulir pembelian reksadana yang disiapkan oleh Manager Investasi dengan melampirkan bukti transfer pembelian reksadana.

3.Selesai.

Adapun proses pembelian reksadana melalui Agen Penjualan, maka alurnya adalah sebagai berikut :

1.Mengisi formulir pembelian reksadana dan form pendebetan dana dari rekening (biasanya berada dalam satu formulir yang sama)

2.Selesai.

Pembelian reksadana melalui Agen Penjualan lebih ringkas dan efisien secara waktu dan tenaga, dan juga lebih menguntungkan dari segi pilihan karena Agen Penjual biasanya memiliki produk dari berbagai Manager Investasi, sehingga tidak perlu menghubungi beberapa pihak apabila menginginkan pembelian reksadana yang diterbitkan oleh beberapa Manager Investasi.

Kekurangan utama dalam berhubungan dengan Agen Penjual adalah adanya minimal pembelian unit penyertaan yang biasanya lebih besar dari apa yang tertera dalam prospektusnya (ada yang minimal 25 juta, 50 juta atau 100 juta). Namun tidak semua juga Agen Penjual yang menetapkan minimal pembelian lebih besar dari apa yang terdapat dalam prospectus, oleh karena itu apabila ingin membeli reksadana melalui Agen Penjual sebaiknya memilih dulu Agen Penjual yang menetapkan minimal pembelian yang sesuai dengan prospectus.

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan
oleh
padil hidayat

Teori tingkah laku konsumen memberikan latar belakang yang penting didalam memahami sifat permintaan para pembeli di pasar. Salah satu faktor yang mempengaruhi penawaran adalah ongkos produksi.

Dalam persaingan sempurna penawaran ditentukan oleh ongkos marginal, yaitu ongkos yang dibelanjakan untuk menambah satu unit lagi produksi.

A. Bentuk-bentuk Organisasi Perusahaan

Organisasi perusahaan dapat dibedakan kepada 3 bentuk organisasi yang pokok, yaitu

1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan adalah organisasi perusahaan yang terbanyak jumlahnya dalam setiap perekonomian. Contoh : penjual sate, restoran, toko makanan dan minuman dll. Keuntungn terpenting dari perusahaan perseorangan adalah kebebasan yang tidak terbatas yang dimiliki pemiliknya. Sumbangan yang diberikan oleh perusahaan perseorangan kepada keseluruhan produksi hanya sedikit, ini dikarenakan kebanyakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan perseorangan secara kecil-kecilan. Adapun kelemahannya adalah kecilnya modal yang dimiliki dan sukar untuk memperoleh pinjaman.

2. Firma
Organisai perusahaan seperi ini adalah organisasi yang dimiliki oleh beberapa orang. Mereka sepakat untuk secara bersama menjalankan suatu usaha dan membagi keuntungan yang diperoleh berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama. Kebaikan dari perusahaan ini adalah tanggung jawab bersama didalam menjalankan perusahaan.

3. Perseroan Terbatas
Kebaikan yang terpenting dari perseroan terbatas adalah didalam kemampuannya mengolah modal. Perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, dapat mengumpulkan modal secara mengeluarkan saham(suatu bentuk surat berharga yang menyatakan bahwa pemegangnya adalah menjadi salah seorang pemilik dari perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut).

Disamping itu ada pula bentuk lain organisasi perusahaan, yaitu :

• Perusahaan Milik Negara
Pada umumnya perusahaan negara diorganisasi seperti perusahaan perseroan terbatas. Perbedaannya terletak pada kepemilikan perusahaan tersebut, yaitu saham-saham diperusahaan negara adalah dimiliki oleh pemerintah dan pengurusnya diangkat dan diberhentikan oleh negara.

• Koperasi
Perusahaan koperasi adalah perusahaan yang didirikan untuk mencari keuntungan tetapi untuk melindungi kepentingan para anggotanya.

Koperasi dibedakan menjadi 3, yaitu :

1.Koperasi Konsumsi: Koperasi ini beroprasi dengan cara membeli barang dan menjualnya kembali kepada para anggotanya.
2.Koperasi Produksi : Koperasi ini menjalankan usahanya dengan cara menjual hasil produksi para anggotanya dengan harga yang tinggi supaya tidak tertindas oleh para tengkuak.
3.Koperasi Kredit : Koperasi ini beroprasi dengan cara memberikan pinjaman modal kepada para anggotanya dengan tingkat bunga yang sangat rendah.

B. Perusahaan Ditunjau Dari Sudut Teori Ekonomi

Di dalam teori ekonomi berbagai jenis perusahaan dipandang sebagai unit-unit badan usaha yang mempunyai tujuan yang bersamaan, yaitu mencari keuntungan yang maksimum. Dan untuk tujuan tersebut, ia menjalankan usaha yang bersamaan yaitu mengatur penggunaan faktor-faktor produksi dengan cara menggunakannya seefesien mungkin sehingga usaha untuk memaksimumkan keuntungan dapat dicapai.

C. Cara Untuk Mencapai Tujuan Memaksimumkan Keuntungan.

Keuntungan atau kerugian adalah perbedaan diantara hasil pejualan dan ongkos produksi. Keuntungan dapat diperoleh apabila hasil penjualan lebih besar dari ongkos produksi dan kerugian akan dialami apabila hasil penjualan lebih sedikit dari ongkos produksi. Adapun langkah yang harus dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan adalah sebagai berikut :

a. Perusahaan harus menekankan pada volume penjualan
b. Pertimbangan politik didalam menentukan tingkat produksi yang akan dicapainya
c. Menekankan kepada usaha untuk mengabdi kepada masyarakat dan kurang memperhatikan tujuan mencari untung yang maksimum.

Untuk sebuah perusahaan, tujuan memaksimumkan keuntungan merupakan tujuan yang sangat penting yang harus di capai.

D. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menunjukan sifat perkaitan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Untuk meminimumkan ongkos produksi atau memaksimumkan penjualan, prinsip yang harus dipegang oleh produsen adalah :
“ Mengambil unit tambahan faktor produksi yang ongkos per rupiah akan menghasilkan tambahan nilai penjualan yang paling maksimum “.

Teori ekonomi membedakan jangka waktu analisis kepada 2 jangka, yaitu :

1.Jangka Panjang: Semua faktor produksi yang dapat mengalami perubahan
2.Jangka Pendek : Faktor produksi yang dianggap tetap, biasanya adalah faktor
modal seperti mesin-mesin, alat-alat produksi dll.

E. Firma dan Industri

Firma, dimaksudkan sebuah badan usaha yang menggunakan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat.
Idustri pada hakikatnya berarti perusahaan yang menjalankan operasi dalam bidang kegiatan ekonomi yang tergolong kedalam sektor sekunder. Industri diartikan sebagai kumpulan dari firma-firma yang menghasilkan barang yang sama atau sangat bersamaan yang terdapat dalam suatu pasar.

Input : faktor-faktor produksi
Output : Jumlah produksi

Rumus Fungsi Produksi
Q = F (K.L.R.T)

Keterangan :
K : Jumlah Stok Modal
L : Tenaga Kerja
R : Kekayaan Alam
T : Tingkat teknologi
Q : Jumlah Produksi Yang dihasilkan oleh Berbagai Jenis

Maka dapat disimpulkan bahwa, tingkat produksi suatu barang, tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan.

Masalah-masalah Pokok Makroekonomi :
Pengangguran Dan Inflasi
oleh:
Padil Hidayat

A. Masalah Pengangguran

Masalah pengangguran, yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensinnya yang maksimal, adalah masalah pokok makroekonomi yang paling utama.

Menurut Keynes, masalah pengangguran selalu terwujud dalam perekonomian karena permintaan efektif yang wujud dalam masyarakat (pengeluaran agregat) adalah lebih rendah dari kemampuan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian untuk memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa.

A.1 Pengangguran dan tingkat penggunaan tenaga penuh.

Untuk mengetahui tingkat pengangguran yang wujud pada suatu waktu tertentu perlulah terlebih dahulu diketahui jumlah tenaga kerja atau angkatan kerja yang ada dalam perekonomian.

Di banyak negara, penduduk yang digolongkan sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur diantara 15-64 tahun. Jumlah tenaga kerja atau angkatan kerja pada suatu waktu tertentu adalah banyaknya jumlah penduduk yang berada dalam lingkungan umur di atas yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Perbandingan di antara jumlah angkatan kerja yang menganggur dan angkatan kerja keseluruhannya dinamakan tingkat pengangguran.

Walaupun keadaan dimana tingkat kegiatan ekonomi yang tercapai adalah lebih rendah dari tingkat kegiatan ekonomi yang paling maksimal yang mungkin dicapai adalah masalah yang paling sering dihadapi oleh setiap perekonomian, bukanlah bererti bahwa keadaan itu adalah keadaan yang akan tetap terjadi dalam perekonomian. Adakalanya kegiatan ekonomi mencapai tingkat yang sangat tinggi sekali sehingga tenaga kerja yang tersedia dalam perekonomian dapat digunakan seluruhnya. Apabila seperti itu tercapai maka dikatakanlah bahwa perekonomian telah mencapai tingkat pengangguran tenaga penuh.

Dalam keadaan ini, pendapatan nasional tidak dapat ditambah lagi, walaupun masih terdapat pengangguran dalam faktor-faktor produksi lainnya. Perekonomian itu sudah tidak mempunyai kesanggupan lagi untuk menambah lagi produksi barang-barang dan jasa-jasa karena tingkat pengangguran penuh, tingkat kegiatan ekonomi dan besarnya pendapat nasional mencapai tingkat yang maksimal.

A.2 Bentuk-bentuk Pengangguran

a. Pengangguaran friksioner ( pengangguran normal)
Pengangguran yang diakibatkan dari keinginan untuk memperoleh kerja yang lebih baik.

b. Pengangguran Struktural
Pengangguran yang diakibatkan minimnya pendidikan, keahlian, pengalaman dan mereka yang putus sekolah sehingga memasuki angkatan kerja.

c. Pengangguran Teknologi
Pengangguran yang diakibatkan oleh berlakunya penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin yang lebih modern.

d. Pengangguran Siklikal
Pengangguran yang diakibatkan karena diberhentikan dari tempat kerja mereka karena keadaan perekonomian secara keseluruhan tidak memungkinkan berbagai kegiatan eknomi mempertahankan tingkat kegiatan mereka seperti pada masa sebelumnya.

Pengangguran diatas, tergolong pengangguran mutlak. Yaitu penganggur tidak melakukan sesuatu kerja untuk mencari nafkah apa pun pada waktu mereka tergolong sebagai penganggur. Pengangguran sepeti ini digolongkan sebagai pengangguran terbuka.

Di dalam suatu perekonomian dapat berlaku keadaan dimana segolongan pekerja melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk memperoleh pendapatan, tetapi pekerjaan itu (i) tidak akan menambah produksi yang akan dicapai, atau (ii) dilakukan didalam masa yang singkat sehingga jam kerja mereka adalah jauh lebih sedikit dari pada jam kerja yang semestinyadilakukan dalam suatu jangka tertentu. Golongan ini meskipun mempunyai pekerjaan tetapi tetap di sebut sebagai pengangguran .

e. Pengangguran tak kentara (pengangguran tersembunyi)
Apabila dalam suatu kegiatan ekonomi jumlah tenaga kerja sangat berlebihan, sehingga berada dalam suatu keadaan dimana walpun sebagian tenaga kerjanya dipindahkan ke sector lain tetapi produksi dalam kegiatan itu tidak berkurang, maka dalam kegiatan itu telah berlaku sejenis pengangguran.

f. Pengagguran Musiman
Pengangguran yang pada masa-masa tertentu di dalam suatu tahun. Biasanya pngangguran seperti itu berlaku pada masa-masa di mana kegiatan bercocok tanam sedang menurun kegiatannya.

g. Setengah Menganggur
Golongan ini disebabkan karena percepatan pengaliran penduduk dari desa ke kota. Penduduk yang berhijrah ke kota ini belum tentu mendapat pekerjaan di kota, ada yang mendapat pekerjaan yang tetap dan adapula yang mendapat pekerjaan tetapi jam kerjanya jauh lebih sedikit dari jam kerja pada umumnya. Golongan seperti ini tidak bisa dikatakan sebagai sepenuhnya bekerja dan tidak pula dikatakan sebagai pengangguran. Maka dari itulah golongan ini disebut sebagai setengah menganggur.

A.3 Akibat Buruk yang ditimbulkan pengangguran

Tingkat Pendapatan Nasional yang sebenarnya adalah lebih rendah dari pada tingkat pendapatan nasional potensil. Karena harus di rata-ratakan dari keseluruhan penduduk.
Ongkos Ekonomi dari Pengangguran

Makin tinggi tingkat pengangguran, makin besar perbedaan di antara tingkat kemakmuran yang dinikmati masyarakat dan tingkat kemakmuran yang mungkin dinikmati mereka.

A.4 Ongkos Sosial (keburukan social)

Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri dan perselisihan dalam keluarga. Dan juga para penganggur dapat kehilangan kemahiran apabila menganggur telalu lama, danini akan menyulitkan kmbali kepada mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu pengangguran dapat menimbulkan masalah criminal,mengurangi tingkat kesehatan masyarakat dan dapat menimbulkan kekacauan social dan politik (demonstrasi dan perebutan kekuasaan).

B. Masalah Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga-harga barang pada periode sekarang (tahun sekarang) di banding dengan periode lalu (tahun lalu. Sebab yang menimbulkan inflasi :

1. Kelebihan permintaan barang (inflasi tarikan permintaan)
Inflasi ini diakibatkan karena permintaan yang sangat banyak dari konsumen sedangkan tingkat produksi berada pada keadaan kesempatan kerja penuh.

2. Desakan Ongkos Produksi (inflasi desakan ongkos)
Inflasi ini diakibatkan karena naiknya harga barang-barang dan jasa sehingga menyebabkan turunnya minat penawaran.

B.1 Inflasi Merangkak dan Inflasi Liar

Berdasarkan kepada lajunya, inflasi dapat pula dibedakan menjadi Inflasi merangkak dan Inflasi Liar atau Hyperinflasi.

a. Inflasi Merangkak
Yang dimaksud inflasi merangkak adalah proses kenaikan harga-harga barang yang rlatif lambat jalannya. Beberapa ahli ekonomi yang terkemuka berpandangan bahwa inflasi merangkak diperlukan dalam perekonomian karena ia dapat mengalakan perkembangan ekonomi. Harga barang-barang lebih mudah mengalami kenaikan dari pada tingkat upah. Keadaan ini memberikan keuntungan bagi para pengusaha sehingga mereka akan dapat terdorong untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan melakukan lebih banyak penanaman modal. Dan langkah para pengusaha ini akan mengurangi tingkat pengangguran dan mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi. Meskipun inflasi merngkak dapat menguntungkan, tetapi harus diadakan pengontrolan atau penjagaan agar inflasi yang perlahan ini tidak berubah menjadi inflasi liar.

b. Inflasi Liar
Inflasi ini biasanya berlaku dalam perekonomian yang sedang menghadapi perang atau kekacauan politik di dalam negeri. Peristiwa seperti ini menyebabkan Negara harus mengeluarkan anggaran belanja yang sangat besar. Biasanya pengeluaran pemerintah yang sangat besar akan menimbulkan kenaikan harga-harga yang sangat besar. Untuk mengatasi keadaan tersebut pemerintah mengendalikan harga-harga dan membatasi jumlah barang-barang yang dapat dibeli seseorang atau suatu perusahaan. Langkah seperti ini dapat mengurangi kecepatan kenaikan harga-harga barang. Inflasi yang dikendalikan secara demikian disebut inflasi ditekan. Apabila penawaran itu tidak dilakukan, kenaikan harga-harga yang berlaku disebut inflasi terbuka.

B.2 Akibat Buruk yang ditimbulkan Inflasi

1. Mengurangi minat para pengusaha ataupun investor untuk menanamkan modalnya yang bersifat produktif.
2. Menurunkan pendapatan riel dari orang-orang yang berpendapatan tetap.
3. Nilai riel kekayaan berupa uang akan turun dimasa inflasi.
4. Tabungan masyarakat pada badan-badan keuangan akan berkurang nilai riel nya.
5. Terjadinya kemiskinan.

Selasa, 16 Maret 2010

Perjanjian Dalam Pernikahan dan
Perkawinan Wanita Hamil
oleh
Padil Hidayat

A. Pendahuluan

Pernikahan atau perkawinan merupakan perilaku sakral yang termaktub dalam seluruh ajaran agama. Dengan pernikahan diharapkan akan menciptakan pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat, interaksi hidup berumah tangga dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga,yang semuanya bermuara pada harmonisasi keluarga.

Perjanjian pranikah sering juga disebut dengan perjanjian perkawinan. Jika diuraikan secara etimologi, maka dapat merujuk pada dari dua akar kata, perjanjian dan pernikahan. Dalam bahasa Arab, janji atau perjanjian biasa diartikan dengan persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.

Dalam Islam, pernikahan secara etimologis diartikan dari lafadz an-nikâh yang merupakan mashdar dari fi’il madhi (nakaha) yang mempunyai arti kawin, setubuh, atau senggama.

Adapun perjanjian pranikah (prenuptial agreement), yaitu suatu perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan dan mengikat kedua belah pihak calon pengantin yang akan menikah dan berlaku sejak pernikahan dilangsungkan. Perjanjian biasanya dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri, meskipun undang-undang tidak mengatur tujuan perjanjian perkawinan dan apa yang dapat diperjanjikan, segalanya diserahkan pada kedua pihak.

B. Perjanjian Dalam Perkawinan

Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, diatur masalah perjanjian perkawinan dalam pasal 29 yang berbunyi :

1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga juga tersangkut.
2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
3. Perjanjian tersebut berlangsung sejak perkawinan dilangsungkan.
4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Dari penjelasan pasal 29 diatas, menyatakan bahwa perjanjian dalam pasal ini tidak termasuk ta’lik talak karena ada poin nomor 4. Akan tetapi berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam sendiri yang memuat delapan pasal tentang perjanjian perkawinan, yaitu pasal 45 sampai dengan pasal 52. Di dalam Pasal 45 disampaikan : Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :

1. Ta’lik Talak
2. Perjanjian lain yang tida bertentangan dengan Hukum Islam.

Tampak ada perbedaan antara penjelasan pasal 29 UU perkawinan dengan pasal 45 Kompilasi Hukum Islam, dimana pasal 29 UU perkawinan mengatakan bahwa perjanjian dalam pernikahan tidak termasuk ta’lik talak, menurut Henry Lee A Weng dalam desertasinya “alasannya adalah perjanjian yang termasuk di dalam pasal yang telah disebut menyangkut pernyataan kehendak dari kedua belah pihak dalam perjanjian itu, sedangkan ta’lik talak hanya kehendak sepihak yang diucapkan oleh suami setelah akad nikah dan ta’lik talak sebenarnya satu bentuk perlindungan terhadap hak-hak wanita yang sebenarnya dijunjung tinggi oleh Islam”. Akan tetapi dalam pasal 45 KHI menjelaskan bahwa ta’lik talak termasuk salah satu macam perjanjian perkawinan.

Pada pasal 46 Kompilasi lebih jauh mengatur :
1. Isi ta’lik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
2. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam ta’lik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukannya persoalannya ke Pengadilan Agama.
3. Perjanjian ta’lik talak bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali ta’lik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.

Ayat 3 diatas sepintas bertentangan dengan pasal 29 UU perkawinan ayat 4 yang mengatur bahwa selama perkawinan berlangsung perjanjian tidak dapat diubah kecuali ada persetujuan kedua belah pihak, dan tidak merugikan pihak ketiga. Dari sinilah maka dalam penjelasannya disebutkan tidak termasuk ta’lik talak. Akan tetapi karena naskah perjanjian ta’lik talak dilampirkan dalam salinan akta yang sudah ditandatangani suami, maka perjanjian ta’lik talak sekali sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali. Dalam hal ini walaupun tertulis dalam surat nikah namun bukan sebuah kewajiban untuk diucapkan. Apabila perjanjian yang telah disepakati bersama antara suami dan isteri tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka pihak lain berhak untuk mengajukan persoalanya ke Pengadilan Agama untuk menyelesaikannya.

Karena itu sebelum akad nikah dilangsungkan, Pegawai Pencatat perlu meneliti perjanjian perkawinan yang dibuat oleh kedua calon mempelai, baik secara material atau isi perjanjian maupun teknis bagaimana perjanjian itu telah disepakati mereka bersama. Adapun untuk perjanjian sighat talak, Menteri Agama telah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Agama

Nomor 3 Tahun 1975 pasal 11 yang berbunyi :
1. Calon suami isteri dapat mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
2. Perjanjian yang berupa ta’lik talak dianggap sah kalau perjanjian itu diucapkan dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan.
3. Sighat ta’lik talak ditentukan oleh Menteri Agama.

C. Perkawinan Wanita Hamil

Masalah perkawinan dengan wanita hamil memerlukan ketelitian dan perhatian yang bijaksana, terutama oleh para Pegawai Pencatat Nikah. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur soal perkawinan dengan wanita hamil pada Pasal 53 :

1. Seorang wanita hamil diluar nikah dapat dinikahi oleh seorang laki-laki yang menghamilinya.
2. Perkawinan wanita hamil (ayat 1) dapat dilangsungkan terlebih dahulu tanpa menunggu kelahiran anaknya .
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada wanita hamil, tidak perlu perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Dalam pandangan Islam wanita yang hamil diluar nikah, berarti telah melakukan perbuatan zina demikian pula laki-laki yang menghamilinya. Para ulama berselisih mengenai hal ini tentang kebolehannya: Imam Syafi’i membolehkan, sedangkan Imam Abu Hanifah menambahkan syarat boleh menikah tetapi tidak boleh disetubuhi selama anak dalam kandungannya belum lahir. Imam Malik dan Ibnu Hambal mengharamkan wanita hamil untuk menikah, kecuali sesudah melahirkan.

Kebolehan wanita hamil untuk kawin terbatas bagi laki-laki yang menghamilinya. Ini sejalan dengan firman Allah dalam surat An-Nur : 3 yang artinya:
“laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau musyrik, yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min”

Dalam Undang Undang NO 1/1974 tentang Perkawinan dan KHI menyebutkan, bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah (Pasal 42 UU perkawinan KHI) nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 100 KHI).

Dalam ajaran Islam, anak yang lahir mempunyai hubungan yang erat dengan ayah dan ibunya sehingga jika salah satunya meninggal dunia yang satu akan menjadi ahli waris bagi yang lainnya. Para ulama sepakat bahwa yang demikian adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah atau bukan dari hasil zina.

Sedang anak yang lahir dari perzinaan, meskipun akhirnya pasangan yang berzina menikah dengan sah, namun status anak tersebut merupakan hasil dari zina. Menurut imam Syafi’i anak dari zina mempunyai hubungan nasab hanya dengan ibunya, dan secara yuridis tidak mempunyai ayah. Karena itu jika anak tersebut perempuan, ia tidak mempunyai wali nasab yang berhak menikahkannya. Dan ini pula yang hingga kini berlaku dinegara, termasuk dikalangan petugas pencatat nikah.

D. PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat, yang mana melalui makalah ini kami mencoba untuk menjelaskan tentang beberapa Ilmu dalam mempelajari hukum pernikahan yaitu tentang Perjanjian Pernikahan dan Perkawinan Wanita Hamil. Namun makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran dari saudara-saudara semuanya sangat membantu dalam penyempurnaan makalah ini ke depan.

Rabu, 06 Januari 2010

Teori-teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia

oleh :
padil hidayat

Hukum Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia, yang menurut sebagian kalangan, telah berlangsung sejak abad VII atau VIII M. Sementara itu, hukum Barat baru diperkenalkan oleh VOC pada awal abad XVII M. Sebelum masuknya hukum Islam, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya, dan sangat majemuk sifatnya. Pengaruh agama Hindu dan Budha diduga sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pada zaman itu (Jamal Abdul Aziz : Hukum Islam di Indonesia).

Keterangan yang dapat dipercaya tentang Islam yang mula-mula sekali terdapat dalam berita Marco Polo. Dalam perjalanannya kembali ke Venesia pada tahun 1292, Marco Polo setelah bekerja pada Kubilai Khan di Tiongkok, singgah di Perlak sebuah kota di pantai utara Sumatra. Menurutnya, penduduk Perlak ketika itu telah diislamkan oleh para pedagang. (Drs. H. Taufik, SH, 1998 : 92)

Ibn Batutah (meninggal 1377), seorang pengembara dan sejarawan dari Maroko,mengunjungi pesisir Sumatra ketika dalam perjalanannya ke Tiongkok pada tahun 1345 dalam zaman pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan disana.

Berdasarkan kenyataan bahwa pengaruh yang amat besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia adalah pengaruh agama Islam yang hingga saat ini masih tetap berlangsung, karena sebagian besar penduduk bangsa Indonesia menganut agama Islam, maka kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Samudra Pasai, Aceh (Al-Attas, 1986:3-50), Demak, Kalimantan Selatan dan Maluku (Uka Djandrasasmita, 1985 :2-7), dapat dikatakan untuk sebagian besar kepulauan Indonesia, tradisi hukum Islam pernah merupakan satu-satunya hukum.

B. Penerimaan Hukum Islam Sepenuhnya (Teori Receptio in Complexu)

Hukum Islam yang telah berlaku dari zaman kerajaan-kerajaan Islam Nusantara dan dari zaman VOC itu oleh pemerintah Hindia Belanda di berikan dasar hukumnya dalam Regeering Reglement (RR) th.1855, Statsblad 1855 Nomor 2. RR merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Bahkan dalam ayat 2 pasal 75 RR itu ditegaskan :” Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia itu atau dengan mereka yang dipersamakan dengan mereka maka mereka tunduk kepada hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama (godsdienstige wetten) atau ketentuan-ketentuan lama mereka.

Dengan demikian bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam.keadaaan inilah yang oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Cristian van den Berg, disebut telah terjadi receptio in complexu, penerimaan hukum Islam secara menyeluruh oleh umat Islam.

C. Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat (Teori Receptie)

Teori ini mengatakan bahwa hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat. Jadi hukum adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. Hukum Islam, tidak lagi dianggap sebagai hukum, terkecuali hukum Islam itu telah diterima oleh hukum Adat. Jadi yang berlaku sebenarnya adalah hukum Adat, bukan hukum Islam. Teori ini diberi dasar hukum dalam Undang-Undang Dasar Hindia Belanda, yang mengganti RR, yang di sebut wet op de Staatsregeling (IS). Inilah teori resepsi yang disebut Professor Hazairin sebagai “teori iblis” itu. Karena merasa hukum Islam dipermainkan begitu rupa oleh Pemerintah Kolonial Belanda (Yusril Ihsa Mahendra :2007)

D. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Persuasif

Kedudukan Hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia di bagike dalam dua periode :

1. Periode penerimaan Hukum Islam sebagai sumber persuasive

2. Periode penerimaan Hukum Islam sebagai sumber otoritatif

Di dalam hukum konstitusi dikenal dengan spersuasive surce (sumber yang harus diyakinkan untuk menerimanya) dan authoritative source (sumber yang mempunyai kekuatan).

Setelah berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, hukum Islam berlaku bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam, bukan sekedar ia telah diterima oleh hukum adat. Pasal 29 UUD `45 mengenai agama menetapkan :” (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjain kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Selama 14 tahun, dari tanggal 22 Juli `45 – 5 Juli `59, sebelum Dekrit Presiden diundangkan, kedudukan hukum dalam ketentuan “ kewajiban melaksanakan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” adalah sumber persuasif. Jadi dari sini dapat dijumpai adanya peraturan perundang-undangan yang secara langsung ditujukan untuk mengatur pelaksanaan ajaran Islam bagi para pemeluknya.

E. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Otoritatif

Ketika di tempatkannya Piagam Jakarta yang isinya antara lain “Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan Syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Dekrit Presiden, Piagam Jakarta atau penerimaan hukum Islam telah menjadi sumber otoritatif dalam hukum tata Negara Indonesia, bukan sekedar sumber yang harus diyakini untuk menerimanya.

Piagam Jakarta bisa dikatakan menjiwai UUD`45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi tersebut, karena perbedaan Piagam Jakarta dan UUD`45 hanyalah tujuh kata “ dengan kewajiban menjalankan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, maka berarti bahwa ketujuh kata itulah yang menjiwai UUD`45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam UUD`45 itu.

Kesimpulan

Hukum Islam mulai memasuki Indonesia ketika Indonesia banyak di datangi oleh para pedagang yang datang dari berbagai daerah. Dalam proses berlakunya hukum Islam di Indonesia, terdapat beberapa teori yang mendampinginya, diantaranya :

1. Teori Receptio in Complexu atau Penerimaan Hukum Islam Sepenuhnya

2. Teori Receptie atau Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat

3. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Persuasif

4. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Otoritatif


Dinasti Umayah

oleh:
padil hidayat

A. Perkembangan Dinasti Umayah

Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M sampai ke India.

Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705-715M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun masjid Jami’ di Damaskus. membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu, dia juga melakukan pembangunan-pembangunan yang bersifat fisik dengan skala yang besar. Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa (711M). Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan Islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan sehingga Spanyol menjadi sasaran ekspansi. Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova, Seviet, Elvira, dan Toledo dengan cepat dapat dikuasai, karena pasukan Islam mendapat dukungan dari penduduk setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasanya. Pada masa inilah pemerintah Islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya dan wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.(Imron Fauzi,2008 : 2)

Di zaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi di zamannya. Dimasa pemerintahannya, tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin.

Pada masa pemerintahannya, dia memulai serangan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini. Pada masa ini sangat sedikit peristiwa perang yang terjadi. Dan dakwah Islam menjadi marak dengan metode penyampaian nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk Islam.

Di zaman Hisyam Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.(Imron, 2008 :3 )

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, seperti:

1. Mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.

2. Menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya yang menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.

3. Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dome Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).

4. Pembuatan mata uang di zaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri Islam.

5. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo.

6. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Ustman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.

7. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.

8. Khususnya dibidang Tashrik kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang ini mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.

B. Sistem Sosial

Meskipun sering terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Bani Umayah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.(Imron Fauzi, 2008 :5)

Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh sistem pemerintahan dan menata administrasi antara lain organisasi keuangan ini bertugas mengurusi masalah keuangan Negara yang dipergunakan untuk:

· Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.

· Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.

· Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang

· Perlengkapan perang

Disamping usaha tersebut Daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga Negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.

C. Kehancuran Bani Umayyah

Meskipun keberhasilan banyak dicapai oleh dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta, Muawiyah menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelahnya diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Akan tetapi ketika ia sudah naik tahta, dia membuat suatu sistem pemerintahan yang berbeda dengan sistem pemerintahannya Hasan Ibn Ali yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Muawiyah mengganti sistem pemerintahan menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun).

Awal mula terjadinya kehancuran bani Umayah adalah ketika Muawiyah mewariskan kekuasaan kepada anaknya Yazid, tidak lagi pada pemilihan kepala Negara oleh umat, seperti yang dilakukan oleh keempat khalifah sebelumnya. (Ali.2008 :269) peristiwa ini melahirkan gerakan-gerakan oposisi yang menyebabkan perang berkelanjutan.

Salah satu gerakan oposisi yang menentang Bani Umayyah saat itu ialah Syi`ah dengan tokohnya Husein ibn Ali. Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi'ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid sebagai khalifah. Melainkan mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, Syi`ah mengalami kekalahan dan pemimpin mereka Husein ibn Ali mati terbunuh.

Perlawanan orang Syi`ah terhadap Bani Umayyah tidak gentar dengan terbunuhnya pemimpin mereka. Mereka malah menjadi semakin keras dan semakin banyak hingga tersebar luas. Peperangan ini terus berlanjut sampai Yazid (khalifah Umayyah) wafat dan digantikan oleh Abd al-Malik.

Pada masa kekhalifahan Abd al-Malik sampai Umar ibn Abd al-Aziz hubungan Umayyah dan golongan oposisi khususnya Syi`ah berangsur membaik. Penganut agama lainpun di berikan kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.

Sepeninggal Umar ibn Abd al-Aziz kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Mulai dari masa inilah sistem pemerintahan Bani Umayyah menjadi kacau karena pada masa itu khalifah kurang memperhatikan masyarakat dan cenderung hidup bermewah-mewahan. Masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintah dan akhirnya banyak sekali kerusuhan-kerusuhan yang terjadi secara terus-menerus sampai pada masa pemerintahan Khalifah berikutnya, yaitu Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Pada masa ini lahir satu golongan yang berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali. Kalangan Bani Hasyim bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, dan mampu menggulingkan dinasti Umayyah kemudian menggantikannya dengan dinasti baru yaitu Bani Abas.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran adalah :

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Brooklyn by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP