Rabu, 06 Januari 2010

Teori-teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia

oleh :
padil hidayat

Hukum Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia, yang menurut sebagian kalangan, telah berlangsung sejak abad VII atau VIII M. Sementara itu, hukum Barat baru diperkenalkan oleh VOC pada awal abad XVII M. Sebelum masuknya hukum Islam, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya, dan sangat majemuk sifatnya. Pengaruh agama Hindu dan Budha diduga sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pada zaman itu (Jamal Abdul Aziz : Hukum Islam di Indonesia).

Keterangan yang dapat dipercaya tentang Islam yang mula-mula sekali terdapat dalam berita Marco Polo. Dalam perjalanannya kembali ke Venesia pada tahun 1292, Marco Polo setelah bekerja pada Kubilai Khan di Tiongkok, singgah di Perlak sebuah kota di pantai utara Sumatra. Menurutnya, penduduk Perlak ketika itu telah diislamkan oleh para pedagang. (Drs. H. Taufik, SH, 1998 : 92)

Ibn Batutah (meninggal 1377), seorang pengembara dan sejarawan dari Maroko,mengunjungi pesisir Sumatra ketika dalam perjalanannya ke Tiongkok pada tahun 1345 dalam zaman pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan disana.

Berdasarkan kenyataan bahwa pengaruh yang amat besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia adalah pengaruh agama Islam yang hingga saat ini masih tetap berlangsung, karena sebagian besar penduduk bangsa Indonesia menganut agama Islam, maka kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Samudra Pasai, Aceh (Al-Attas, 1986:3-50), Demak, Kalimantan Selatan dan Maluku (Uka Djandrasasmita, 1985 :2-7), dapat dikatakan untuk sebagian besar kepulauan Indonesia, tradisi hukum Islam pernah merupakan satu-satunya hukum.

B. Penerimaan Hukum Islam Sepenuhnya (Teori Receptio in Complexu)

Hukum Islam yang telah berlaku dari zaman kerajaan-kerajaan Islam Nusantara dan dari zaman VOC itu oleh pemerintah Hindia Belanda di berikan dasar hukumnya dalam Regeering Reglement (RR) th.1855, Statsblad 1855 Nomor 2. RR merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Bahkan dalam ayat 2 pasal 75 RR itu ditegaskan :” Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia itu atau dengan mereka yang dipersamakan dengan mereka maka mereka tunduk kepada hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama (godsdienstige wetten) atau ketentuan-ketentuan lama mereka.

Dengan demikian bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam.keadaaan inilah yang oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Cristian van den Berg, disebut telah terjadi receptio in complexu, penerimaan hukum Islam secara menyeluruh oleh umat Islam.

C. Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat (Teori Receptie)

Teori ini mengatakan bahwa hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat. Jadi hukum adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. Hukum Islam, tidak lagi dianggap sebagai hukum, terkecuali hukum Islam itu telah diterima oleh hukum Adat. Jadi yang berlaku sebenarnya adalah hukum Adat, bukan hukum Islam. Teori ini diberi dasar hukum dalam Undang-Undang Dasar Hindia Belanda, yang mengganti RR, yang di sebut wet op de Staatsregeling (IS). Inilah teori resepsi yang disebut Professor Hazairin sebagai “teori iblis” itu. Karena merasa hukum Islam dipermainkan begitu rupa oleh Pemerintah Kolonial Belanda (Yusril Ihsa Mahendra :2007)

D. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Persuasif

Kedudukan Hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia di bagike dalam dua periode :

1. Periode penerimaan Hukum Islam sebagai sumber persuasive

2. Periode penerimaan Hukum Islam sebagai sumber otoritatif

Di dalam hukum konstitusi dikenal dengan spersuasive surce (sumber yang harus diyakinkan untuk menerimanya) dan authoritative source (sumber yang mempunyai kekuatan).

Setelah berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, hukum Islam berlaku bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam, bukan sekedar ia telah diterima oleh hukum adat. Pasal 29 UUD `45 mengenai agama menetapkan :” (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjain kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Selama 14 tahun, dari tanggal 22 Juli `45 – 5 Juli `59, sebelum Dekrit Presiden diundangkan, kedudukan hukum dalam ketentuan “ kewajiban melaksanakan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” adalah sumber persuasif. Jadi dari sini dapat dijumpai adanya peraturan perundang-undangan yang secara langsung ditujukan untuk mengatur pelaksanaan ajaran Islam bagi para pemeluknya.

E. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Otoritatif

Ketika di tempatkannya Piagam Jakarta yang isinya antara lain “Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan Syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Dekrit Presiden, Piagam Jakarta atau penerimaan hukum Islam telah menjadi sumber otoritatif dalam hukum tata Negara Indonesia, bukan sekedar sumber yang harus diyakini untuk menerimanya.

Piagam Jakarta bisa dikatakan menjiwai UUD`45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi tersebut, karena perbedaan Piagam Jakarta dan UUD`45 hanyalah tujuh kata “ dengan kewajiban menjalankan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, maka berarti bahwa ketujuh kata itulah yang menjiwai UUD`45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam UUD`45 itu.

Kesimpulan

Hukum Islam mulai memasuki Indonesia ketika Indonesia banyak di datangi oleh para pedagang yang datang dari berbagai daerah. Dalam proses berlakunya hukum Islam di Indonesia, terdapat beberapa teori yang mendampinginya, diantaranya :

1. Teori Receptio in Complexu atau Penerimaan Hukum Islam Sepenuhnya

2. Teori Receptie atau Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat

3. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Persuasif

4. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Otoritatif


Dinasti Umayah

oleh:
padil hidayat

A. Perkembangan Dinasti Umayah

Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M sampai ke India.

Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705-715M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun masjid Jami’ di Damaskus. membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu, dia juga melakukan pembangunan-pembangunan yang bersifat fisik dengan skala yang besar. Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa (711M). Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan Islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan sehingga Spanyol menjadi sasaran ekspansi. Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova, Seviet, Elvira, dan Toledo dengan cepat dapat dikuasai, karena pasukan Islam mendapat dukungan dari penduduk setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasanya. Pada masa inilah pemerintah Islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya dan wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.(Imron Fauzi,2008 : 2)

Di zaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi di zamannya. Dimasa pemerintahannya, tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin.

Pada masa pemerintahannya, dia memulai serangan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini. Pada masa ini sangat sedikit peristiwa perang yang terjadi. Dan dakwah Islam menjadi marak dengan metode penyampaian nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk Islam.

Di zaman Hisyam Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.(Imron, 2008 :3 )

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, seperti:

1. Mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.

2. Menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya yang menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.

3. Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dome Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).

4. Pembuatan mata uang di zaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri Islam.

5. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo.

6. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Ustman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.

7. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.

8. Khususnya dibidang Tashrik kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang ini mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.

B. Sistem Sosial

Meskipun sering terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Bani Umayah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.(Imron Fauzi, 2008 :5)

Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh sistem pemerintahan dan menata administrasi antara lain organisasi keuangan ini bertugas mengurusi masalah keuangan Negara yang dipergunakan untuk:

· Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.

· Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.

· Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang

· Perlengkapan perang

Disamping usaha tersebut Daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga Negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.

C. Kehancuran Bani Umayyah

Meskipun keberhasilan banyak dicapai oleh dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta, Muawiyah menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelahnya diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Akan tetapi ketika ia sudah naik tahta, dia membuat suatu sistem pemerintahan yang berbeda dengan sistem pemerintahannya Hasan Ibn Ali yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Muawiyah mengganti sistem pemerintahan menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun).

Awal mula terjadinya kehancuran bani Umayah adalah ketika Muawiyah mewariskan kekuasaan kepada anaknya Yazid, tidak lagi pada pemilihan kepala Negara oleh umat, seperti yang dilakukan oleh keempat khalifah sebelumnya. (Ali.2008 :269) peristiwa ini melahirkan gerakan-gerakan oposisi yang menyebabkan perang berkelanjutan.

Salah satu gerakan oposisi yang menentang Bani Umayyah saat itu ialah Syi`ah dengan tokohnya Husein ibn Ali. Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi'ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid sebagai khalifah. Melainkan mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, Syi`ah mengalami kekalahan dan pemimpin mereka Husein ibn Ali mati terbunuh.

Perlawanan orang Syi`ah terhadap Bani Umayyah tidak gentar dengan terbunuhnya pemimpin mereka. Mereka malah menjadi semakin keras dan semakin banyak hingga tersebar luas. Peperangan ini terus berlanjut sampai Yazid (khalifah Umayyah) wafat dan digantikan oleh Abd al-Malik.

Pada masa kekhalifahan Abd al-Malik sampai Umar ibn Abd al-Aziz hubungan Umayyah dan golongan oposisi khususnya Syi`ah berangsur membaik. Penganut agama lainpun di berikan kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.

Sepeninggal Umar ibn Abd al-Aziz kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Mulai dari masa inilah sistem pemerintahan Bani Umayyah menjadi kacau karena pada masa itu khalifah kurang memperhatikan masyarakat dan cenderung hidup bermewah-mewahan. Masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintah dan akhirnya banyak sekali kerusuhan-kerusuhan yang terjadi secara terus-menerus sampai pada masa pemerintahan Khalifah berikutnya, yaitu Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Pada masa ini lahir satu golongan yang berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali. Kalangan Bani Hasyim bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, dan mampu menggulingkan dinasti Umayyah kemudian menggantikannya dengan dinasti baru yaitu Bani Abas.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran adalah :

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Brooklyn by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP