Teori-teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia
oleh :
padil hidayat
padil hidayat
Hukum Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia, yang menurut sebagian kalangan, telah berlangsung sejak abad VII atau VIII M. Sementara itu, hukum Barat baru diperkenalkan oleh VOC pada awal abad XVII M. Sebelum masuknya hukum Islam, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya, dan sangat majemuk sifatnya. Pengaruh agama Hindu dan Budha diduga sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pada zaman itu (Jamal Abdul Aziz : Hukum Islam di Indonesia).
Keterangan yang dapat dipercaya tentang Islam yang mula-mula sekali terdapat dalam berita Marco Polo. Dalam perjalanannya kembali ke Venesia pada tahun 1292, Marco Polo setelah bekerja pada Kubilai Khan di Tiongkok, singgah di Perlak sebuah kota di pantai utara Sumatra. Menurutnya, penduduk Perlak ketika itu telah diislamkan oleh para pedagang. (Drs. H. Taufik, SH, 1998 : 92)
Ibn Batutah (meninggal 1377), seorang pengembara dan sejarawan dari Maroko,mengunjungi pesisir Sumatra ketika dalam perjalanannya ke Tiongkok pada tahun 1345 dalam zaman pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan disana.
Berdasarkan kenyataan bahwa pengaruh yang amat besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia adalah pengaruh agama Islam yang hingga saat ini masih tetap berlangsung, karena sebagian besar penduduk bangsa Indonesia menganut agama Islam, maka kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Samudra Pasai, Aceh (Al-Attas, 1986:3-50), Demak, Kalimantan Selatan dan Maluku (Uka Djandrasasmita, 1985 :2-7), dapat dikatakan untuk sebagian besar kepulauan Indonesia, tradisi hukum Islam pernah merupakan satu-satunya hukum.
B. Penerimaan Hukum Islam Sepenuhnya (Teori Receptio in Complexu)
Hukum Islam yang telah berlaku dari zaman kerajaan-kerajaan Islam Nusantara dan dari zaman VOC itu oleh pemerintah Hindia Belanda di berikan dasar hukumnya dalam Regeering Reglement (RR) th.1855, Statsblad 1855 Nomor 2. RR merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Bahkan dalam ayat 2 pasal 75 RR itu ditegaskan :” Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia itu atau dengan mereka yang dipersamakan dengan mereka maka mereka tunduk kepada hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama (godsdienstige wetten) atau ketentuan-ketentuan lama mereka.
Dengan demikian bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam.keadaaan inilah yang oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Cristian van den Berg, disebut telah terjadi receptio in complexu, penerimaan hukum Islam secara menyeluruh oleh umat Islam.
C. Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat (Teori Receptie)
Teori ini mengatakan bahwa hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat. Jadi hukum adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. Hukum Islam, tidak lagi dianggap sebagai hukum, terkecuali hukum Islam itu telah diterima oleh hukum Adat. Jadi yang berlaku sebenarnya adalah hukum Adat, bukan hukum Islam. Teori ini diberi dasar hukum dalam Undang-Undang Dasar Hindia Belanda, yang mengganti RR, yang di sebut wet op de Staatsregeling (IS). Inilah teori resepsi yang disebut Professor Hazairin sebagai “teori iblis” itu. Karena merasa hukum Islam dipermainkan begitu rupa oleh Pemerintah Kolonial Belanda (Yusril Ihsa Mahendra :2007)
D. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Persuasif
Kedudukan Hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia di bagike dalam dua periode :
1. Periode penerimaan Hukum Islam sebagai sumber persuasive
2. Periode penerimaan Hukum Islam sebagai sumber otoritatif
Di dalam hukum konstitusi dikenal dengan spersuasive surce (sumber yang harus diyakinkan untuk menerimanya) dan authoritative source (sumber yang mempunyai kekuatan).
Setelah berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, hukum Islam berlaku bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam, bukan sekedar ia telah diterima oleh hukum adat. Pasal 29 UUD `45 mengenai agama menetapkan :” (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjain kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Selama 14 tahun, dari tanggal 22 Juli `45 – 5 Juli `59, sebelum Dekrit Presiden diundangkan, kedudukan hukum dalam ketentuan “ kewajiban melaksanakan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” adalah sumber persuasif. Jadi dari sini dapat dijumpai adanya peraturan perundang-undangan yang secara langsung ditujukan untuk mengatur pelaksanaan ajaran Islam bagi para pemeluknya.
E. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Otoritatif
Ketika di tempatkannya Piagam Jakarta yang isinya antara lain “Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan Syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Dekrit Presiden, Piagam Jakarta atau penerimaan hukum Islam telah menjadi sumber otoritatif dalam hukum tata Negara Indonesia, bukan sekedar sumber yang harus diyakini untuk menerimanya.
Piagam Jakarta bisa dikatakan menjiwai UUD`45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi tersebut, karena perbedaan Piagam Jakarta dan UUD`45 hanyalah tujuh kata “ dengan kewajiban menjalankan syari`at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, maka berarti bahwa ketujuh kata itulah yang menjiwai UUD`45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam UUD`45 itu.
Kesimpulan
Hukum Islam mulai memasuki Indonesia ketika Indonesia banyak di datangi oleh para pedagang yang datang dari berbagai daerah. Dalam proses berlakunya hukum Islam di Indonesia, terdapat beberapa teori yang mendampinginya, diantaranya :
1. Teori Receptio in Complexu atau Penerimaan Hukum Islam Sepenuhnya
2. Teori Receptie atau Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat
3. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Persuasif
4. Penerimaan Hukum Islam Sebagai Sumber Otoritatif